BeritaKompas.com, MALANG – Pemerintah biasanya memiliki aturan dan peraturan yang mengatur izin dan regulasi untuk jukir (jurumudi parkir) di suatu wilayah. Jika ditemukan jukir liar, pihak berwenang akan melakukan tindakan penegakan hukum untuk mengatasi masalah tersebut. Tindakan yang dapat diambil meliputi penertiban jukir liar, penutupan area parkir ilegal, dan memberlakukan sanksi hukum terhadap mereka yang terlibat.
Penggunaan preman atau kelompok-kelompok berkedok tukang parkir untuk melakukan praktik pungli adalah salah satu modus operandi yang cukup umum di beberapa daerah. Preman atau tukang parkir palsu ini akan mengancam atau mengganggu orang yang ingin menggunakan fasilitas parkir secara normal, sehingga orang tersebut terpaksa membayar lebih untuk mendapatkan akses yang semestinya mereka peroleh dengan harga standar.
Di wilayah kecamatan Dampit, Kabupaten Malang, tepatnya di pasar Dampit desas desus adanya jual beli lahan parkir semakin santer terdengar di telinga para pelaku usaha di kios-kios atau be’dak pasar kaki lima maupun kios besar.
Bahkan pelaku usaha didalam be’dak maupun diluar be’dak di area pasar Dampit turut memperbincangkan derasnya isu dugaan seorang oknum Dishub (Dinas Perhubungan) berinisal RYD yang berkantor di area Terminal Dampit telah memperjualbelikan sebuah lahan parkir, serta oknum Dishub tersebut bekerjasama dengan preman dari luar Dampit melakukan pungli (Pungutan Liar) berkedok menjadi tukang parkir.
Narasumber yang tidak mau disebutkan namanya berinisial MT menyampaikan, ia berdagang di pasar Dampit tiap hari menggunakan mobil dan ditarik parkir senilai Rp 15.000,- tanpa dikasih karcis parkirnya.
Ada juga JN yang tiap menjelang Subuh selalu ke pasar juga mengisahkan dirinya menggunakan motor untuk kulakan ditarik biaya parkir Rp 10.000,- tanpa dikasih karcisnya.
MT dan JN mengatakan, merasa tidak nyaman dengan adanya aktifitas preman yang berkedok tukang parkir, terkesan pembiaran yang sudah lumayan berjalan dalam kurun waktu yang lama, saat dikonfirmasi tim awak media BeritaKompas.com, Sabtu (5/8/2023),pukul 04:45 wib.
MT menjelaskan, be’dak permanen dan tukang mlijo setiap pagi kira-kira pukul 05:30 wib kena tarikan tanpa diberikan karcis retribusi.
“Lahan parkir sebelah Barat sendiri lalu belok ke Utara, yang didekat sampah terus ke Timur itu yang diperjual belikan mas”, ucap MT.
JN juga menuturkan, lahan parkir yang diduga diperjual belikan isunya terjual senilai ratusan juta rupiah.
“Banyak yang dengar kalau lahan parkir itu dijual kurang lebih tiga ratus jutaan mas, dijual ke orang luar Dampit (pulau sebelah), Dulu lahan parkirnya milik MJR lalu dijual ke BR dibantu anaknya RK”, (tanpa mau menyebutkan nama lengkap) pungkas JN.
Dalam kasus tukang parkir liar atau petugas parkir tidak resmi yang melakukan pemerasan dengan memaksa pengguna jasa parkir membayar tanpa memiliki izin resmi atau karcis resmi, tindakan tersebut jelas melanggar hukum dan berpotensi dikenakan hukuman sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
Praktik pemerasan dan pidana bagi juru parkir liar adalah hal yang serius dan harus ditindaklanjuti sesuai hukum yang berlaku. Pasal 368 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) memang mengatur pidana penjara paling lama sembilan tahun bagi pelaku pemerasan dengan kekerasan atau ancaman kekerasan.
Jika ada dugaan keterlibatan oknum Dinas Perhubungan (Dishub) dalam praktik jual beli lahan parkir atau pungli, hal ini akan dianggap sebagai perilaku korup dan ilegal. Pihak berwenang, seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atau aparat kepolisian, wajib melakukan investigasi untuk mengumpulkan bukti dan menindak oknum yang terlibat. Tindakan yang mungkin diambil termasuk penahanan, penyelidikan, dan pengadilan sesuai dengan hukum yang berlaku. (Bersambung)
(ErHa)